Gunung Kidul Yogyakarta (bagian 2)

Hari ke-dua di Gunung Kidul diisi dengan tema pantai. Tujuan pertama adalah Baron. Halaman parkir luas. Banyak warung di sekitar area parkir. Barangkali inilah pantai di daerah Gunung Kidul yang paling lama diorbitkan. Pasirnya hitam kecoklatan. Pemandangan sangat standar pantai. Di sisi sebelah kanan, terdapat area berbahaya. Ini terlihat dengan adanya rambu laut bergambar tengkorak (ih….. bikin serem wisatawan….) Konon katanya di sekitar daerah ini terdapat arus sungai bawah tanah yang bermuara ke laut. Ombaknya relatif tinggi namun segera pecah karena pantai yang landai. Sekitar 1 jam berenang ria, penelusuran pantai dilanjutkan. APV kembali meluncur ke arah timur. Tak berapa lama terdapat pantai lain (kalau tidak salah pantai Kukup). Namun demikian dilewati alias bablas……. maklum waktu tersedia cuma sehari dengan target jam 16.00 sudah silaturahmi di dusun Baran.

Pantai berikutnya adalah Sepanjang: pantai cantik dengan pasir putih. Mungkin ini pantai yang terbentang paling panjang di Gunung Kidul. Setelah mencari parkiran yang cocok, akhirnya diperoleh gazebo dengan pemandangan ke laut. Luar biasa. Air kelapa muda turut mengiringi keindahan pantai. Dari gazebo juga bisa turun ke pantai dengan kemiringan relatif curam. Pantai sangat dangkal. Namun karena persediaan baju kering sudah nggak ada, terpaksa menahan diri untuk berenang. Seorang nelayan menggaruk-garuk tanah mencari cacing laut untuk umpan mancing. Beberapa kali nelayan tersebut mendapatkan strike….. strike….. strike…… Ikan wader berukuran panjang sekitar 5 cm diperoleh. Rupanya ikan inilah yang kami nikmati di rumah makan Pari Gogo kemarin.

ImageImage

Menikmati Pantai Sepanjang

Ke timur lagi, pantai Krakal telah menunggu. Terdapat bukit batuan yang bisa dijelajahi dengan jalan kaki melalui jembatan bambu (tambah biaya 3 ribu per orang). Pemandangan pantai terlihat begitu indah dilihat dari atas bebatuan ini. Penelusuran jalan setapak berakhir di sisi kanan dengan pantai mini nan sangat indah. Pantai berbentuk cekungan ini diapit oleh batu karang di kanan dan kiri. Pada waktu itu, tak ada pengunjung di pantai cekungan ini. Pantai ini serasa milik kami. Cek…. cek…cek….. Luar biasa indahnya. Jenis pasir di sini berbentuk kwarsa kecil tajam tapi tidak membahayakan untuk kaki telanjang. Setiap langkah diiringi dengan suara pasir bergesekan. Puas di sini, kami kembali ke pantai Krakal utama. Beberapa sesajian menjadi bukti bahwa daerah ini masih mistik. Sereeeemmmmm…… Pantesan tidak ada pengunjung di pantai sisi kanan…..

Image

Pantai Krakal dari atas

Image

Pantai itu serasa milik kami……

Sebenarnya di pantai Krakal banyak warung, namun menu tidak ada yang cocok. Terpaksa meluncur ke timur lagi: pantai Sundak. Tempat ini juga memiliki keindahan yang khas. Parkir dan warung tersedia banyak mirip di Pantai Baron. Perut yang keroncongan berat memaksa pilihan tunggal: mencari tempat makan. Beruntung sebuah lokasi strategis di tebing pinggir pantai menyambut hangat. Meski menu tidak begitu maknyus, namun habis juga. Tempat ini ramai dengan wisatawan.

Ke arah timur lagi, kali ini pantai Indrajanti yang menjadi target tujuan. Jalan utama persis di bibir pantai. Di pantai Indrajanti, penataan lokasi terlihat rapi dan sepertinya dikelola oleh swasta yang menyediakan restoran dan gazebo. Pantai ini sangat padat dengan wisatawan. Bahkan mencari parkir pun agak repot. Informasi sebelumnya mengindikasikan memang inilah pantai yang paling diminati wisatawan. Meski pantai begitu indah, namun sulit untuk dinikmati akibat terlalu banyaknya wisatawan…….

Image

Pantai Indrajanti: sumpek dengan pengunjung…..

Petualangan berlanjut ke arah timur. Beberapa pantai menawarkan pesona diantaranya Siung, namun karena keterbatasan waktu, akhirnya pantai Wedi Ombo menjadi pantai terakhir yang dikunjungi. Sekitar jam 16.00 tempat parkiran tidak terlalu luas terhampar. Dari parkiran, pantai sama sekali belum kelihatan namun deburan ombak terdengar jelas. Jalan bebatuan kapur menuju pantai sangat curam. Sempat timbul keraguan untuk menuruni ini. Dengan sedikit perasaan emosional dan rasa ingin tahu, akhirnya diputuskan ”Ok. Ayo bersenang-senang….” Ternyata tak lama kemudian, hamparan pantai pasir putih terpampang nyata. Wow……. menakjubkan. Batu-batu besar yang dapat dijangkau oleh kaki menambah keindahan. Meski ada warning “baju kering sudah habis”, namun tetap saja mencebur. Air begitu bening. Terasa sekali bahwa Wedi Ombo adalah pantai yang masih virgin. Beberapa nelayan dengan berpakaian tertutup lengkap (celana panjang dan sarung tangan) sedang mengambil rumput laut. Rupanya rumput laut yang dipanen mengandung racun. Beberapa dari kami yang berenang di pantai mengalami luka kulit seperti tergores benda tajam (diduga karena rumput laut)………. Mestinya ada warning ”hati-hati dengan rumput laut yang beracun……” Tempat bilas tersedia sesuai standar pada umumnya. Harapan menemukan kaos baru sia-sia. Tak satupun warung buka. Mungkin karena hari sudah sore. Baju yang melekat pun menjadi ala kadarnya……..hhhhmmmm….

Image

Begitu bening, tergoda untuk mencebur

Image

Aku nggak takut….

Catatan: Meski banyak pantai yang dikunjungi, karcis masuk hanya bayar sekali (dianggap semua berada dalam satu kawasan). Dan selebihnya untuk setiap lokasi pantai hanya dikenakan parkir mobil yang berkisar 3 – 5 ribu. Masih banyak tempat wisata di Gunung Kidul yang belum sempat disambangi baik pantai-pantai maupun goa-goa bawah tanah…..

Perjalanan ditutup dengan silaturahmi ke Mbah Tjip di desa Baran (eh… sekarang sudah mirip kota). Terakhir ke Baran adalah sekitar 1990-an. 22 tahun telah berlalu. Wow…… Beruntung jalan relatif lancar dan tidak ada istilah tersesat. Lokasi rumah persis di depan kantor kecamatan dan di samping pasar. Bakso yang terhidang benar-benar terasa segar. Setelah sekitar satu jam berbasa-basi ngalor ngidul, APV kembali menuju Yogyakarta. Kuliner malam tak disia-siakan dengan mampir ke warung sate Pak Pong di daerah Bantul. Tongseng ok punya. Sayang, keinginan sate klathak harus tertunda karena kesalah-pahaman menjadi sate kambing biasa. Kesalahan ini harus ditebus….. bus ……. bus ……bus…. bus…….

Hari Jum’at pagi 28 Desember 2012, berangkat dari Nagatirta mobil APV meluncur ke Balong Park. Sambil berenang, silaturahmi berlanjut dengan Mama Dewi, Pakde Hery, Om Herjun, dll. Habis Jum’at-an, kuliner sudah diset di (lagi-lagi) warung sate Pak Pong. Kali ini sate klathak yang menjadi menu wajib. Sate ditusuk dengan jari-jari sepeda dan hanya diberi bumbu garam. Nikmat …….. Benar-benar rasa kambing …… Kesalahan malam sebelumnya telah ditebus.

ImageImage

Kupu-kupu menemani di gazebo Balong Park.

ImageImage

Sate klathak Pak Pong punya…….

Perjalanan berlanjut balik ke Purwokerto. Masih di kawasan Bantul, perjalanan terhenti oleh daya tarik Mandingan. Wow……. inilah sentra industri kerajinan kulit. Dari sepatu, sabuk, dompet, tas …. hingga jaket kulit tersedia. Sempitnya waktu memaksa ”shopping” dihentikan. Perjalanan melalui Congot, Ambal, Petanahan, Gombong dan stop di Sokaraja sekitar jam 20.30. Soto kecik menjadi santap malam.

Di Purwokerto, Sabtu dan Minggu berlalu dengan istirahat. Kelelahan dari Gunung Kidul menyebabkan beberapa mengalami demam….. Puf…… Senin, 31 Desember 2012, perjalanan ke Jakarta start pagi. Muatan bagasi APV menjadi penuh. Jalan relatif lancar. Adzan dzuhur terdengar di BB Padi Sukamandi saat makan siang. Kekhawatiran akan kemacetan menyongsong tahun baru memaksa masa istirahat menjadi minimalis. Perjalanan berlanjut. Kumandang adzan ashar telah terdengar di Serpong. Total APV telah mengarungi Serpong (basecamp) – Sukamandi (sejenak) – Purwokerto (4 hari) – Yogyakarta (2 hari) – Gunung Kidul (2 hari) – pp selama 9 hari…..

(selesai)

About The Banyumasian Backpacker Family

Sutradara: Ari Satmoko, Logistik: Hesti Widyo Asih, Aktor 1: Kamigama Tangi S., Aktor 2: Bonang Respati S., Aktres: Rarastri Nindya S.

Leave a comment